31 Desember 2007
Debat sang ateis dan teis
Di hari yang ditentukan, sang ateis sudah siap di depan mimbar. Kebetulan dia datang lebih awal. Hadirin juga sudah mulai memenuhi ruangan. Ruangan itu ternyata hampir dipenuhi oleh masyarakat yang penasaran dengan debat itu. Namun ternyata ulama belum datang.
Setengah jam berlalu, namun si ulama belum datang juga. Para hadirin sudah mulai bertanya-tanya, dimanakah gerangan kau, ulama? Sementara sang ateis tampak senyum-senyum saja.
Satu jam telah berlalu, namun ulama itu belum datang juga. Hadirin sudah lebih dari gerah. Mereka bertanya-tanya, mungkinkah ulama itu, yang mereka hormati dan segani, takut melawan si ateis? Atau memang karena dia tak punya nyali? Di depan, sang ateis tampak berbahagia sekarang. Walaupun sama kesal, tapi ia senang, ternyata ulama itu tak datang jua.
Akhirnya setelah menunggu lama, ulama itu datang juga. Di wajahnya tak tampak sedikitpun rasa dosa, minimal menyesal. Tampak wajahnya sedikit tersenyum. Tentu saja sebagian hadirin ada yang kecewa, karena ulama itu datang (sangat) terlambat.
Ulama itu lalu naik ke atas panggung, berhadapan dengan sang ateis, yang sekarang sedikit tegang. sanga ateis lalu bertanya, kenapa ia bisa sampai terlambat lebih dari 2 jam.
Dengan tenang, ulama itu menjawab,
"Tadi sebenarnya saya berangkat pagi dari rumah. Namun waktu mau menyebrangi sungai yang sangat lebar di sana, tidak ada satupun perahu atau rakit di sana. Akhirnya saya tunggu agar pohon-pohon yang tumbuh besar di pinggir sungai itu berjatuhan dan menyusun sendiri menjadi rakit, agar saya bisa sebrangi sungai itu. Namun ditunggu sampai 1 jam lebih ternyata pohon itu nggak jatuh juga. Apalagi jadi rakit. Akhirnya saya sendiri yang menebang pohon itu dan membuat rakit seadanya agar bisa nyebrang."
"Wah cerita omong kosong dari mana itu? Masa ada pohon jatuh sendiri? Jadi rakit lagi? Nggak mungkin ah! Bohong, tipu! Masa ustad ngarang cerita?" ungkap sang ateis dengan nada emosi.
Sebagian hadirin juga bertanya-tanya, kenapa ulama yang biasanya memberikan ceramah bisa-bisanya ngarang cerita aneh dan tak masuk akal?
Namun ulama itu dengan tenang menjawab, "Ya cerita itu memang fiksi. Memang tidak mungkin pohon-pohon itu berjatuhan dan menyusun dirinya sendiri menjadi rakit. Begitu juga alam ini, manusia ini, nggak mungkin berjalan sendiri. Pasti ada penciptanya."
Cerita selanjutnya .... (maap, saya ketiduran :P)
*ini cerita penceramah waktu jumatan di DT yang saya sedikit modifikasi ceritanya. Maaf kalau nggak nyambung atau apapun. Juga maaf kalau nggak tamat, maklum godaan jumatan memang sangat besar, terutama untuk tidur :D
Menulis atau ...
Mungkin saya terlalu hati-hati dalam menulis dalam basa sunda. Takut salah, nulis pake bahasa kasar, atau bahasa lemes, bukan bahasa loma (walaupun saya udah ga tau lagi batas-batas antara basa kasar-loma-lemes-bahkan basa dusun hehe).
Jadi mikir, saya aja yang biasa ngomong basa sunda susah nulis basa sunda, apalagi orang lain yang udah biasa ngomong bahasa indonesia? Tapi mending Husnudzan saja, mungkin hanya saya aja yang ga bisa nulis, atau belum biasa nulis, sedemikian sehingga susah menuliskannya.
14 Desember 2007
kisah indayati, kisah korban traffiking

Tapi ia bingung, ia nggak bawa uang sepeserpun. mau ke rumah orang tuanya, itu nggak mungkin. Mau kembali lagi? ia tak berani. Akhirnya ia pergi ke rumah adik ibunya, di Semarang.
Untung bagi Indayati, karena kalaulah ia terlambat sehari, pamannya sudah nggak ada, karena pindah ke Manado, karena ia bekerja di perusahaan tambang Amerika, New Monkey (Newmount?). Tanpa disangka ia ditawari ikut ke sana. Dan pergilah ia.
Singkat cerita tinggalah mereka di Manado. Sewaktu habis mengantarkan sepupunya sekolah, ia iseng melihat kerumunan orang. Katanya sih ada audisi film, yang bakal syuting di Bangkok. Tapi Indayati bukan tipe ibu-ibu jaman sekarang yang mengidolakan anaknya -atau bahkan dirinya- menjadi artis, jadi ia nggak tertarik ikutan audisi itu. namun sang Kiky dan Bunda, yang sedang mencari calon artis itu tertarik pada Indayati. Kata Bunda, seorang wadam alias waria alias wanita tanpa vagina, Indayati memiliki wajah asli nusantara, yang ia sebut Waca Waka, wanita cantik wajah kampung.
Walaupun ia menolak, tapi sepupunya sangat antusias. Ia ingin jadi artis terkenal. Begitu juga dengan Buk lik, yang kepengen anaknya terkenal. Maka walaupun sang ayah nggak mengijinkan, dia, sepupu Indayati, nekad pergi ke Bangkok.
Indayati, yang merasa bersalah, berniat membawa pulang sepupunya itu. Namun nahas, ia malah dipaksa ikut ke Bangkok. Dan, jadilah mereka korban traffiking, manusia yang tidak diakui kemanusiaannya...
....
Itulah sepenggal ringkasan kisah Indayati, novel terbaru Remy Silado (yang baru saya baca) yang berjudul Mimi lan Mintuna. Ia, Indayati dan sepupunya merupakan contoh wanita korban traffiking, yang berkedok audisi bin[a]tang film.
Di novel ini kita bisa lihat bagaimana penderitaan mereka, korban traffiking. Mereka hanya dinilai sebagai barang (Sean PV dkk menyebut mereka 'stok'), tak lebih. Manusia yang diperjualbelikan, tanpa mendapatkan uang sepeserpun dari hasil penjualannya itu (katanya sih untuk biaya paspor, administrasi dll).
Cerita selanjutnya? Baca saja sendiri ah..
Oh iya, baru kali ini saya bisa baca buku dan langsung tamat. Memang sih, bukunya tidak setebal buku Klakulkus 1 karangan Purcell, hanya setebal buku analisis real karangannya Bartle (yang aslinya, bukan yang versi dunia baru). Tapi lumayan, ternyata saya masih bisa tahan baca buku lebih dari 2 jam. alhamdulillah...
10 Desember 2007
Dunia itu datar, dan milik Kamu --saya--
Dulu sejarah milik orang-orang terkenal, bukan milik orang-orang biasa, manusia biasa. Contohnya pak X dan Bu Y di atas, yang mungkin sebetulnya punya peranan penting, minimal bagi keluarganya.
Jadi kalau kita ingin masuk ke dalam sejarah, tertulis dalam sejarah, maka kita harus terkenal dulu. Terkenal seperti Soekarno, Soeharto, atau minimal binatang pilem.
Tapi itu dulu, jaman kamari. Jaman kiwari, hal itu nggak berlaku lagi. Orang biasa -seperti saya- bisa masuk ke dalam sejarah. Tak perlu menjadi orang terkenal dulu. Karena, sekarang sejarah milik orang-orang biasa.
Tak percaya? Tengoklah keadaan dunia maya sekarang. Banyak orang di dunia maya yang terkenal, bahkan sampai ke seluruh dunia. Padahal, di dunia nyata mereka hanya orang biasa-biasa saja. Maka tak heran majalah Time pada akhir tahun 2006 kemarin menobatkan orang-orang biasa sebagai orang yang paling berpengaruh. Padahal, biasanya yang masuk menjadi orang-orang yang berpengaruh adalah orang-orang yang terkenal, misalnya pemimpin dunia, atau para pengusaha, atau penguasa.
Contohnya seorang pemuda dari pakistan (maaf saya lupa lagi namanya). Di dunia nyata, dia adalah pemuda pemalu dan juga pendiam. Tapi di dunia nyata, dia sangat terkenal. Dia yang hobi fotografi sering mengundah (upload) foto-foto tentang keindahan panorama Pakistan di flickr. Ternyata foto-foto yang dihasilkannya sangat digemari para petualang di dunia maya.
Contoh lain adalah dua pemuda dari amerika (saya juga lupa nama mereka). Kedua orang itu ingin menjadi pelawak di tv. Namun nggak ada stasiun tv yang mau menyiarkan lawakan-lawakan mereka. Tapi mereka nggak putus asa. Kedua orang itu lalu melirik YouTube sebagai sarana menayangkan lawakan mereka. Ternyata banyak juga yang menggemari lawakan mereka di internet. Maka terkenallah dia. Sekarang mereka mendirikan situs www.mosh.com.
Semua Orang Bisa Jadi Wartawan
Selama ini informasi didominasi oleh media mainstream, dengan ujungtombaknya adalah para kuli jurnalis, wartawan. Namun di jaman kiwari, orang biasa pun bisa jadi wartawan, dengan cara menjadi blogger.
Contohnya pada saat terjadi peristiwa unjukrasa di Myanmar oleh para biksu, yang akhirnya rusuh, banyak wartawan luarnegeri yang nggak bisa masuk ke Myanmar. Akibatnya tidak ada informasi yang keluar tentang situasi di Myanmar. Tapi ada beberapa blogger yang berinisiatif menuliskan kejadian di Myanmar di blog mereka. Akhirnya, blog itu menjadi salah satu sumber rujukan para wartawan, termasuk dari Indonesia. Bahkan kantor berita besar pun menggantungkan informasinya pada blog-blog semacam itu, yang notabene ditulis oleh orang biasa, bukan wartawan tulen.
Begitu dahsyatnya peran blogger, sampai-sampai di Amerika ada blogger yang mendapatkan kartu pers untuk meliput di DPR nya Amerika. Bahkan katanya, saat konferensi pers presiden Amerika, si Bush, selain mengundang wartawan, om bush juga mengundang beberapa blogger.
Lonceng Kematian LPTK, eh Koran?
Kalau semua orang bisa menjadi wartawan, lalu bagaimana nasib para wartawan? Bagaimana nasib koran, dan media cetak? Apalagi majalah, yang periodisasi terbitnya lebih lama dari koran? Apakah internet menjadi ancaman bagi media cetak?
Dengan adanya internet, informasi yang kita butuhkan tersedia dengan sangat cepat. Kita tidak harus menunggu sehari untuk mendapatkan berita terbaru. Selain cepat, juga lengkap. Kadang mendalam juga. Jadi kalau kita misalkan baca koran keesokan harinya, berita itu kita anggap sudah tidak update lagi, karena toh kita sudah baca, juga lebih lengkap karena tidak berasal dari satu koran.
Jadi, bakal matikah koran? Ternyata tidak juga, karena toh semua ada pasarnya. Misalnya koran jepang, Asahi Shinbun (Maaf kalau salah nulis nama korannya). Tirasnya 12 juta eksemplar setiap harinya. Namun semakin hari tirasnya terus menurun. Untuk mengatasi maslah penurunan tiras itu, pihak manajemen membuat bermacam format koran. Selain edisi cetak, ada juga edisi online dan mobile, untuk di hp. Koran edisi cetak banyak dibaca oleh orang-orang tua, sementara format yang lain kebanyakan kaum muda. Jadi semua ada pasarnya tersendiri.
Selain itu sekarang pihak media mainstream mulai menggandeng orang-orang biasa -ibu rumah tangga, siswa sma, atau karyawan biasa - untuk berkontribusi daam medianya. Istilahnya citizen journalism mungkin. Contohnya Strait Times Singapura meluncurkan situs www.stom.com.sg. Konten berita di sana seluruhnya berasal dari sumbangan masyarakat Singapura, bukan dari wartawan Strait Times. Isinyapun kadang nampak sepele,seperti siswa yang ketangkap basah merokok, yang mungkin saja nggak akan pernah dimuat di media mainstream.
Di Indonesia, koran kompas membuat kompasCommunity. Di sini, kita bisa menyumbangkan informasi. Walaupun sampai saat ini kebanyakan masih banyak tulisan yang isinya curhat-curhatan saja, katanya.
Jadi, intinya, internet dan juga blogger bukan dianggap ancaman oleh media mainstream, tapi jadi peluang.
*oleholeh talkshow jurnalisme online
26 November 2007
Tuhan sembilan senti
Oleh Taufiq Ismail
Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,
Di sawah petani merokok, di pabrik pekerja merokok, di kantor pegawai merokok, di kabinet menteri merokok, di reses parlemen anggota DPR merokok, di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok, hansip-bintara-perwira nongkrong merokok, di perkebunan pemetik buah kopi merokok, di perahu nelayan penjaring ikan merokok, di pabrik petasan pemilik modalnya merokok, di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,
Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok, di ruang kepala sekolah ada guru merokok, di kampus mahasiswa merokok, di ruang kuliah dosen merokok, di rapat POMG orang tua murid merokok, di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok,
Di angkot Kijang penumpang merokok, di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok, di loket penjualan karcis orang merokok, di kereta api penuh sesak orang festival merokok, di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok, di andong Yogya kusirnya merokok, sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,
Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok, tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok,
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,
Di pasar orang merokok, di warung Tegal pengunjung merokok, di restoran di toko buku orang merokok, di kafe di diskotik para pengunjung merokok,
Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan abab rokok, bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok,
Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya. Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS,
Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, bisa ketularan kena,
Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok, di apotik yang antri obat merokok, di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok, di ruang tunggu dokter pasien merokok, dan ada juga dokter-dokter merokok,
Istirahat main tenis orang merokok, di pinggir lapangan voli orang merokok, menyandang raket badminton orang merokok, pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok, panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,
Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil 'ek-'ek orang goblok merokok, di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok, di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok,
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat ramah bagi orang perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,
Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa. Mereka ulama ahli hisap. Haasaba, yuhaasibu, hisaaban. Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi ahli hisap rokok. Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, ke mana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,
Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri. Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?
Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu. Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz. Kyai, ini ruangan ber-AC penuh. Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i. Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok. Laa taqtuluu anfusakum.
Min fadhlik, ya ustadz. 25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan. 15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan. 4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?
Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith. Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.
Jadi ini PR untuk para ulama. Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan,
Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini. Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu ujung rokok mereka. Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir. Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk,
Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas, lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba,
Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya,
Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku' dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,
Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.
==============================
dari sini
15 November 2007
uang administrasi, katanya
Beberapa minggu sebelumnya, teman saya itu juga membuat kartu Kuning. Ini bukan kartu kuning yang dikeluarkan wasit sepakbola hehe.. katanya bagi yang mau cari kerja harus buat kartu kuning ke Dinas Tenaga Kerja, yang di jalan Martanegara. Pastinya pegawai di sini, terutama yang mengurus proses pembuatan kartu Kuning, semuanya berstatus Pe eN eS alias pegawai negeri Sipil yang gajinya dibayar dari keringat rakyat. Ternyata untuk membuat kartu kuning juga harus mengeluarkan duit juga, walaupun tak sebesar di kantor polisi.
Teman saya yang lain waktu disuruh membayar uang yang diebut biaya administrasi itu, meminta kuitansinya. Namun di sini juga nggak dikasih kuitansi., malah teman saya itu nggak jadi bayar. Malah disuruh cepat-cepat pergi.
Minggu kemarin, teman-teman saya yang baru diwisuda pada sibuk membuat legalisir fotokopi ijazah. Fotokopi ijazah yang dilegalisir ternyata nggak hanya satu atau dua lembar, tapi rata-rata 20 lembar. Malah ada yang sampai 30 lembar. Oleh petugas fakultas, satu lembar legalisir dikenai biaya seribu rupiah. Jadi, teman-teman saya rata-rata harus bayar 20 ribu agar bisa melegalisir ijazahnya. Waktu ada teman saya yang menanyakan untuk apa uang itu, petugas di sana menjawab karena melegalisir ijazah itu capek, jadi wajar kalau dikenai biaya. Oh... capek yah kerja teh ternyata... kalau ngga mau capek mah jangan kerja pak, nganggur aja.
Aneh. Bener-bener aneh. Kenapa sih di negara ini selalu ada saja biaya atau pungutan? Entah itu biaya administrasi, biaya lelah, atau apapunlah.. padahal sebagian besar dari mereka itu PE EN ES! Mereka digaji dari darah dan keringat rakyat agar bisa bekerja dan melayani rakyat! Kenapa ketika rakyat ada keperluan, entah itu buat SKKB, kartu kuning, merah, hijau, atau pun pink, rakyat disuruh bayar lagi?
Jangan harap sby dan teman-temannya bisa mengentaskan korupsi, kalau pegawai bawahannya saja masih korupsi!
Jadi inget lagu Jeruji
“SAYA CINTA NEGERI INI, TAPI SAYA BENCI SISTEM YANG ADA!”
Kalimat selanjutnya terusin aja ah, cape..
15 Oktober 2007
Lebaran 3
X : Tanggal berapa sih lebaran sekarang? Katanya lebaran kali ini belum pasti, para ulama masih berdebat antara 12 atau 13 oktober...
Y : iya gitu? Da di sayahmah sudah pasti lebaran teh..
X : wah masa, tanggal berapa, 13 atau 12?
Y : kata ustad saya mah tanggal.. SATU Syawal katanya...
Lebaran 2 : doa lebaran dan minal aidin
Benarkah kalimat “minal aidin...” itu artinya mohon maaf lahir dan bathin? Saya nggak tahu, tapi sependek pengetahuan saya, kata minal itu kurang lebih artinya ‘dari’. Entah apakah ada arti lainnya, yang berarti ‘mohon maaf’. Tapi da asa bukan. Entah kalau sekarang arti ‘minal’ sudah bertambah, tidak hanya ‘dari’. Ya maklum lah, saya mah ngga tamat sakola ibtidaiyah nya.
Kalaupun iya artinya “mohon maaf...”, benarkah itu doa di hari raya idul fitri? Yah, lagi-lagi sependek pengetahuan saya, saya belum pernah mendengarkan atau membaca uraian doa itu ketika hari raya lebaran. Yang saya tau, doa untuk hari raya idul fitri adalah “Taqabbalallahu Minna wa minkum”, yang artinya kira-kira “semoga Allah menerima Amal ibadah kita”.
Katanya, berdasarkan penelusuran tim metro tv (ini kata mamah saya), ucapan itu bermula ketika umat Islam baru pertama kali masuk ke indonesia. Saya nggak tahu apakah waktu itu bertepatan dengan lebaran atau bukan. CMIIW.
Btw, selamat hari raya lebaran, mina eh taqabbalallahu Minna wa Minkum.
Lebaran 1
Memang banyak yang pro dan kontra dengan keputusan ini. Tapi kan dakwah harus terus berkembang, jangan jumud, kalau istilah dindin dari dpm mah. Lagi pula tempat di pajagalan sudah kurang representatif, karena jumah jamaah yang shalat tidak sebanding dengan lahan yang semakin sempit akibat pembangunan pesantren. Sering jamaah yang kebagian di jalan (terutama ibu-ibu) tidak bisa beribadah dengan khusu, karena suara imam atau khotib tidak terdengar.
Karena itulah untuk tahun ini dicoba shalat ied di Ciapus. Tempatnya di lapangan voli, ngga terlalu jauh dari mesjid. Awalnya timbul kekhawatiran jamaah yang shalat di ciapus tidak akan banyak, paling sebanyak yang suka tarawehan kemarin. Tapi alhamdulillah ternyata lapangan voli bisa dipenuhi oleh jamaah, bahkan para ibu-ibu sampai meluber ke luar lapangan. Juga para bapak-bapaknya.
Menurut uwa saya, sepertinya shalat ied tahun depan bakal lebih banyak lagi yang akan hadir. Semoga saja.
30 September 2007
Tuhan Itu Laki-laki

Ternyata, tuhan itu laki-laki. Nggak percaya?tonton aja film Evan Almighty. Di sana di ceritakn tuhan cpek cpek sampai turun ke bumi dalam wujud laki-laki. Oiya, selain laki-laki, ternyata tuhan itu berkulit hitam dan berambut pendek.
saya nggak ngerti, kenapa bisa-bisanya sang sutradara menerjemahkan tuhan dalam wujud manusia. Kalaupun bisa, kenapa harus laki-laki? Kenapa harus kulit gelap? kenapa sudah tua? apakah karena dunia sudah sedemikian tuanya?
Dan, kenapa tuhan capek-capek harus turun ke bumi ? Apakah sudah tidak ada lagi makhluk ciptaannya yang bisa ditugaskan ke bumi?
dan, kenapa-kenapa yang lain..
Uhgh.. lelocun yang sangat garing.
22 September 2007
Ketika Manusia Menggugat Tuhan
Senator Amerika Gugat Tuhan
Boleh jadi Senator Ernie Chambers dari Negara Bagian Nebraska, Amerika Serikat, sudah gila. Ia mengajukan gugatan hukum kepada Tuhan atas bencana yang ia turunkan ke dunia.
Chambers menuding Tuhan dan para pengikutnya di seluruh dunia telah menyebabkan rasa takut, gelisah, teror, dan ketidakpastian sebagai upaya memaksa manusia mengikuti perintah-Nya. "Tuhan telah menyebabkan banjir, badai, gempa, dan tornado yang mengerikan," kata Senator yang sering mengkritik umat Kristen ini.
. . .
Aya aya wae...
03 Juli 2007
Mengubah dunia, [jangan] hanya mimpi
Bagi yang masih bermimpi [seperti saya], ada tulisan bagus dari milisnya id-ubuntu, tulisannya mas rolly. Semoga bermanfaat.
======================================
Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal,
Aku bermimpi ingin mengubah dunia
Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati bahwa
dunia tidak kunjung berubah
Maka cita-cita itu pun agak ku persempit,
Lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku,
Namun tampaknya,
Hasrat itu pun tiada hasil,
Ketika usiaku semakin senja,
Dengan semangatku yang masih tersisa
Kuputuskan untuk mengubah keluargaku,
Orang-orang yang paling dekat denganku
Tetapi celakanya, mereka pun tidak mau diubah,
Dan kini sementara aku berbaring saat ajal menjelang tiba-tiba
kusadari
"Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku"
Maka dengan menjadikan diriku sebagai teladan,
Mungkin aku bisa mengubah keluargaku,
lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka,
Bisa jadi akupun mampu memperbaiki negeriku
Kemudian siapa tahu , aku bahkan bisa mengubah dunia.