31 Desember 2007

Debat sang ateis dan teis

Alkisah di negara antah berantah ada seorang ateis, yang tak percaya adanya tuhan. Menurutnya tuhan itu hanya khayalan belaka. Itu semua tidak ada buktinya. Singkat kata dia tak percaya sama tuhan. Suatu hari dia menantang debat dengan seorang teis, yang sering disebut ulama. Dia menantang sang ulama untuk berdebat seputar ada tidak adanya tuhan. Ulama itupun setuju, lalu disepakatilah waktu dan tempat untuk debat itu.

Di hari yang ditentukan, sang ateis sudah siap di depan mimbar. Kebetulan dia datang lebih awal. Hadirin juga sudah mulai memenuhi ruangan. Ruangan itu ternyata hampir dipenuhi oleh masyarakat yang penasaran dengan debat itu. Namun ternyata ulama belum datang.

Setengah jam berlalu, namun si ulama belum datang juga. Para hadirin sudah mulai bertanya-tanya, dimanakah gerangan kau, ulama? Sementara sang ateis tampak senyum-senyum saja.

Satu jam telah berlalu, namun ulama itu belum datang juga. Hadirin sudah lebih dari gerah. Mereka bertanya-tanya, mungkinkah ulama itu, yang mereka hormati dan segani, takut melawan si ateis? Atau memang karena dia tak punya nyali? Di depan, sang ateis tampak berbahagia sekarang. Walaupun sama kesal, tapi ia senang, ternyata ulama itu tak datang jua.

Akhirnya setelah menunggu lama, ulama itu datang juga. Di wajahnya tak tampak sedikitpun rasa dosa, minimal menyesal. Tampak wajahnya sedikit tersenyum. Tentu saja sebagian hadirin ada yang kecewa, karena ulama itu datang (sangat) terlambat.

Ulama itu lalu naik ke atas panggung, berhadapan dengan sang ateis, yang sekarang sedikit tegang. sanga ateis lalu bertanya, kenapa ia bisa sampai terlambat lebih dari 2 jam.
Dengan tenang, ulama itu menjawab,

"Tadi sebenarnya saya berangkat pagi dari rumah. Namun waktu mau menyebrangi sungai yang sangat lebar di sana, tidak ada satupun perahu atau rakit di sana. Akhirnya saya tunggu agar pohon-pohon yang tumbuh besar di pinggir sungai itu berjatuhan dan menyusun sendiri menjadi rakit, agar saya bisa sebrangi sungai itu. Namun ditunggu sampai 1 jam lebih ternyata pohon itu nggak jatuh juga. Apalagi jadi rakit. Akhirnya saya sendiri yang menebang pohon itu dan membuat rakit seadanya agar bisa nyebrang."

"Wah cerita omong kosong dari mana itu? Masa ada pohon jatuh sendiri? Jadi rakit lagi? Nggak mungkin ah! Bohong, tipu! Masa ustad ngarang cerita?" ungkap sang ateis dengan nada emosi.

Sebagian hadirin juga bertanya-tanya, kenapa ulama yang biasanya memberikan ceramah bisa-bisanya ngarang cerita aneh dan tak masuk akal?

Namun ulama itu dengan tenang menjawab, "Ya cerita itu memang fiksi. Memang tidak mungkin pohon-pohon itu berjatuhan dan menyusun dirinya sendiri menjadi rakit. Begitu juga alam ini, manusia ini, nggak mungkin berjalan sendiri. Pasti ada penciptanya."

Cerita selanjutnya .... (maap, saya ketiduran :P)

*ini cerita penceramah waktu jumatan di DT yang saya sedikit modifikasi ceritanya. Maaf kalau nggak nyambung atau apapun. Juga maaf kalau nggak tamat, maklum godaan jumatan memang sangat besar, terutama untuk tidur
:D

Tidak ada komentar: