Minggu kemarin teman saya buat Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB) ke Polisi Resort Kota (Polresta) Bandung yang di Sukajadi, dekat Parisj Van Java. Prosesnya lumayan lama, beberapa jam. (Atau cepat ya?). untuk selembar kertas itu, teman saya harus bayar sampai limapuluh ribu. Mmm buat saya yang masih pengangguran, uang segitu lumayan banyak. Gede. Tapi tak ada kuitansi. Waktu saya nanya ke teman saya uang limapuluh ribu itu uang apa, ia nggak tahu, karena petugas polisi yang di sana nggak ngasih tahu itu uang apa.
Beberapa minggu sebelumnya, teman saya itu juga membuat kartu Kuning. Ini bukan kartu kuning yang dikeluarkan wasit sepakbola hehe.. katanya bagi yang mau cari kerja harus buat kartu kuning ke Dinas Tenaga Kerja, yang di jalan Martanegara. Pastinya pegawai di sini, terutama yang mengurus proses pembuatan kartu Kuning, semuanya berstatus Pe eN eS alias pegawai negeri Sipil yang gajinya dibayar dari keringat rakyat. Ternyata untuk membuat kartu kuning juga harus mengeluarkan duit juga, walaupun tak sebesar di kantor polisi.
Teman saya yang lain waktu disuruh membayar uang yang diebut biaya administrasi itu, meminta kuitansinya. Namun di sini juga nggak dikasih kuitansi., malah teman saya itu nggak jadi bayar. Malah disuruh cepat-cepat pergi.
Minggu kemarin, teman-teman saya yang baru diwisuda pada sibuk membuat legalisir fotokopi ijazah. Fotokopi ijazah yang dilegalisir ternyata nggak hanya satu atau dua lembar, tapi rata-rata 20 lembar. Malah ada yang sampai 30 lembar. Oleh petugas fakultas, satu lembar legalisir dikenai biaya seribu rupiah. Jadi, teman-teman saya rata-rata harus bayar 20 ribu agar bisa melegalisir ijazahnya. Waktu ada teman saya yang menanyakan untuk apa uang itu, petugas di sana menjawab karena melegalisir ijazah itu capek, jadi wajar kalau dikenai biaya. Oh... capek yah kerja teh ternyata... kalau ngga mau capek mah jangan kerja pak, nganggur aja.
Aneh. Bener-bener aneh. Kenapa sih di negara ini selalu ada saja biaya atau pungutan? Entah itu biaya administrasi, biaya lelah, atau apapunlah.. padahal sebagian besar dari mereka itu PE EN ES! Mereka digaji dari darah dan keringat rakyat agar bisa bekerja dan melayani rakyat! Kenapa ketika rakyat ada keperluan, entah itu buat SKKB, kartu kuning, merah, hijau, atau pun pink, rakyat disuruh bayar lagi?
Jangan harap sby dan teman-temannya bisa mengentaskan korupsi, kalau pegawai bawahannya saja masih korupsi!
Jadi inget lagu Jeruji
“SAYA CINTA NEGERI INI, TAPI SAYA BENCI SISTEM YANG ADA!”
Kalimat selanjutnya terusin aja ah, cape..
15 November 2007
wisuda euy!
Tanggal 24 Oktober kemarin sebagian teman-teman saya sudah diwisuda. Dari kelas C ada 15 orang yang lulus tepat 4 tahun. Hampir setengahnya. Hebat. Total, mahasiswa jurusan matematika yang lulus tahun ini ada 75 orang. Lumayan banyak juga. Sementara total mahasiswa UPI yang diwisuda sekitar 2000 orang. Termasuk yang S2 dan S3. wah jumlah pengangguran meningkat nih hehe...
Yang buat saya bangga, beberapa teman saya lulus dengan predikat cum laude, dengan IPK di atas 3,8. IPK lulusan UPI kemarin paling tinggi 3,89, sementara Isnie, teman saya, 3,84. Untuk ukuran lulusan dari eksak, apalagi dari matematika, saya pikir ini termasuk yang sangat tinggi. Jarang ada orang yang IPK-nya bisa sampai setinggi itu. Juga ada Imam, yang waktu wisuda hari pertama kemarin dipercaya membacakan sambutan dari perwakilan lulusan. IPK-nya kalau tidak salah 3,79. Hebat. Yang lainnya juga pada hebat, karena hampir semua lulusan matematika (yang saya kenal) IPK-nya di atas tiga. Memang ada yang kurang dari 3, tapi hanya beberapa.
Memang, IPK tidak menjamin kesuksesan seseorang, karena ada banyak kecerdasan lain selain kecerdasan akademik. Katanya. Tapi yang pasti, mereka telah menunjukkan prestasi yang luar biasa dalam bidang akademik.
Selamat diwisuda, teman. Selamat menempuh kehidupan baru, sebagai seorang sarjana. Selamat berjuang di dunia nyata.
Kapan giliran saya?
Yang buat saya bangga, beberapa teman saya lulus dengan predikat cum laude, dengan IPK di atas 3,8. IPK lulusan UPI kemarin paling tinggi 3,89, sementara Isnie, teman saya, 3,84. Untuk ukuran lulusan dari eksak, apalagi dari matematika, saya pikir ini termasuk yang sangat tinggi. Jarang ada orang yang IPK-nya bisa sampai setinggi itu. Juga ada Imam, yang waktu wisuda hari pertama kemarin dipercaya membacakan sambutan dari perwakilan lulusan. IPK-nya kalau tidak salah 3,79. Hebat. Yang lainnya juga pada hebat, karena hampir semua lulusan matematika (yang saya kenal) IPK-nya di atas tiga. Memang ada yang kurang dari 3, tapi hanya beberapa.
Memang, IPK tidak menjamin kesuksesan seseorang, karena ada banyak kecerdasan lain selain kecerdasan akademik. Katanya. Tapi yang pasti, mereka telah menunjukkan prestasi yang luar biasa dalam bidang akademik.
Selamat diwisuda, teman. Selamat menempuh kehidupan baru, sebagai seorang sarjana. Selamat berjuang di dunia nyata.
Kapan giliran saya?
15 Oktober 2007
Lebaran 3
Suatu hari di penghujung bulan ramadhan.
X : Tanggal berapa sih lebaran sekarang? Katanya lebaran kali ini belum pasti, para ulama masih berdebat antara 12 atau 13 oktober...
Y : iya gitu? Da di sayahmah sudah pasti lebaran teh..
X : wah masa, tanggal berapa, 13 atau 12?
Y : kata ustad saya mah tanggal.. SATU Syawal katanya...
X : Tanggal berapa sih lebaran sekarang? Katanya lebaran kali ini belum pasti, para ulama masih berdebat antara 12 atau 13 oktober...
Y : iya gitu? Da di sayahmah sudah pasti lebaran teh..
X : wah masa, tanggal berapa, 13 atau 12?
Y : kata ustad saya mah tanggal.. SATU Syawal katanya...
Lebaran 2 : doa lebaran dan minal aidin
Lebaran, atau Idul Fitri telah datang. Maka banyak yang mengucapkan “doa” lebaran, minal aidin wal fa idzin baik itu di koran, tv ataupun sms yang sampai ke HP kita, yang di akhirnya selalu diembel-embeli mohon maaf lahir bathin.
Benarkah kalimat “minal aidin...” itu artinya mohon maaf lahir dan bathin? Saya nggak tahu, tapi sependek pengetahuan saya, kata minal itu kurang lebih artinya ‘dari’. Entah apakah ada arti lainnya, yang berarti ‘mohon maaf’. Tapi da asa bukan. Entah kalau sekarang arti ‘minal’ sudah bertambah, tidak hanya ‘dari’. Ya maklum lah, saya mah ngga tamat sakola ibtidaiyah nya.
Kalaupun iya artinya “mohon maaf...”, benarkah itu doa di hari raya idul fitri? Yah, lagi-lagi sependek pengetahuan saya, saya belum pernah mendengarkan atau membaca uraian doa itu ketika hari raya lebaran. Yang saya tau, doa untuk hari raya idul fitri adalah “Taqabbalallahu Minna wa minkum”, yang artinya kira-kira “semoga Allah menerima Amal ibadah kita”.
Katanya, berdasarkan penelusuran tim metro tv (ini kata mamah saya), ucapan itu bermula ketika umat Islam baru pertama kali masuk ke indonesia. Saya nggak tahu apakah waktu itu bertepatan dengan lebaran atau bukan. CMIIW.
Btw, selamat hari raya lebaran, mina eh taqabbalallahu Minna wa Minkum.
Benarkah kalimat “minal aidin...” itu artinya mohon maaf lahir dan bathin? Saya nggak tahu, tapi sependek pengetahuan saya, kata minal itu kurang lebih artinya ‘dari’. Entah apakah ada arti lainnya, yang berarti ‘mohon maaf’. Tapi da asa bukan. Entah kalau sekarang arti ‘minal’ sudah bertambah, tidak hanya ‘dari’. Ya maklum lah, saya mah ngga tamat sakola ibtidaiyah nya.
Kalaupun iya artinya “mohon maaf...”, benarkah itu doa di hari raya idul fitri? Yah, lagi-lagi sependek pengetahuan saya, saya belum pernah mendengarkan atau membaca uraian doa itu ketika hari raya lebaran. Yang saya tau, doa untuk hari raya idul fitri adalah “Taqabbalallahu Minna wa minkum”, yang artinya kira-kira “semoga Allah menerima Amal ibadah kita”.
Katanya, berdasarkan penelusuran tim metro tv (ini kata mamah saya), ucapan itu bermula ketika umat Islam baru pertama kali masuk ke indonesia. Saya nggak tahu apakah waktu itu bertepatan dengan lebaran atau bukan. CMIIW.
Btw, selamat hari raya lebaran, mina eh taqabbalallahu Minna wa Minkum.
Lebaran 1
Lebaran tahun ini beda. Jika pada tahun-tahun sebelumnya warga ciapus melaksanakan shalat Ied di pajagalan Banjaran, tahun ini beda. Ya, mulai tahun ini sholat diadakan di ciapus, terpisah dengan banjaran.
Memang banyak yang pro dan kontra dengan keputusan ini. Tapi kan dakwah harus terus berkembang, jangan jumud, kalau istilah dindin dari dpm mah. Lagi pula tempat di pajagalan sudah kurang representatif, karena jumah jamaah yang shalat tidak sebanding dengan lahan yang semakin sempit akibat pembangunan pesantren. Sering jamaah yang kebagian di jalan (terutama ibu-ibu) tidak bisa beribadah dengan khusu, karena suara imam atau khotib tidak terdengar.
Karena itulah untuk tahun ini dicoba shalat ied di Ciapus. Tempatnya di lapangan voli, ngga terlalu jauh dari mesjid. Awalnya timbul kekhawatiran jamaah yang shalat di ciapus tidak akan banyak, paling sebanyak yang suka tarawehan kemarin. Tapi alhamdulillah ternyata lapangan voli bisa dipenuhi oleh jamaah, bahkan para ibu-ibu sampai meluber ke luar lapangan. Juga para bapak-bapaknya.
Menurut uwa saya, sepertinya shalat ied tahun depan bakal lebih banyak lagi yang akan hadir. Semoga saja.
Memang banyak yang pro dan kontra dengan keputusan ini. Tapi kan dakwah harus terus berkembang, jangan jumud, kalau istilah dindin dari dpm mah. Lagi pula tempat di pajagalan sudah kurang representatif, karena jumah jamaah yang shalat tidak sebanding dengan lahan yang semakin sempit akibat pembangunan pesantren. Sering jamaah yang kebagian di jalan (terutama ibu-ibu) tidak bisa beribadah dengan khusu, karena suara imam atau khotib tidak terdengar.
Karena itulah untuk tahun ini dicoba shalat ied di Ciapus. Tempatnya di lapangan voli, ngga terlalu jauh dari mesjid. Awalnya timbul kekhawatiran jamaah yang shalat di ciapus tidak akan banyak, paling sebanyak yang suka tarawehan kemarin. Tapi alhamdulillah ternyata lapangan voli bisa dipenuhi oleh jamaah, bahkan para ibu-ibu sampai meluber ke luar lapangan. Juga para bapak-bapaknya.
Menurut uwa saya, sepertinya shalat ied tahun depan bakal lebih banyak lagi yang akan hadir. Semoga saja.
Langganan:
Postingan (Atom)