10 Desember 2007

Dufan Im koming

Kuliah empat tahun itu capek, melelahkan. Apalagi dengan kenyataan bahwa diri si urang masih nggak lulus-lulus juga. Padahal yang lain sudah pada lulus, dan sekarang sudah resmi menjadi pengangguran. (Aneh, padahal baru kuliah empat tahun, kok sudah dianggap sudah lama? hahaha)

Karena itu ketika ada yang mengusulkan untuk main ke Dufan, hampir semua yang ikut buka bersama setuju. Kebetulan Irma, teman saya, punya link di perusahaan travel (atau kerja di sna? sepertinya ia). Hanya saja, ke dufan itu nggak murah, tidak seperti ke taman firdaus atau Dago pakar. Apalagi mahasiswa miskin seperti saya, yang sangat mengandalkan belas kasihan orangtua.

Dari hasil rapat, disepakati pergi ke dufan setelah lebaran. Alasannya, berharap lebaran ada yang ngasih amplop hehe. Tepatnya, tanggal 7 November kami berangkat.

Namun beberapa hari menjelang hari H belum ada kepastian jadi atau tidaknya berangkat ke Dufan. Apalagi yang sudah membayar belum juga memenuhi target, yaitu minimal 25 orang. Bahkan beberapa orang sudah menyatakan mengundurkan diri, dengan alasan belum ada uang.

Akhirnya pada H-1 sudah ada kepastian bahwa ke Dufan tidak jadi dibatalkan, artinya walaupun yang ikut tidak memenuhi kuorum (halah kayak sidang aja), kami tetap bisa berangkat, karena Irma mengajak keluarganya untuk menutupi kekurangan peserta itu.

Kami berangkat sekitar jam tujuh pagi dari depan gedung FPMIPA, menggunakan bus yang kecil. Yang berangkat kebanyakan perempuan. Laki-laki hanya empat orang saja. Awalnya sedih dan kecewa, karena tidak semua orang ikut. Bahkan yang berangkat kurang dari 25 orang. Padahal anak kelas C ada 30an orang.

Kami sampai di Dufan sekitar jam 11 siang. Kebetulan Dufan baru buka. Sebelum masuk, kami sempat foto-foto bareng di depan gerbang masuk. Seelah itu suami Irma membagikan karcis pada kami.


Wahana pertama yang saya coba adalah kicir-kicir. Awalnya saya nggak tahu seperti apa kicir-kicir itu, dan seberapa seram. Tapi karena beberapa teman langsung masuk antrian, saya iutan juga. Selagi antri, ternyata kicir-kicir lumayan seram juga. Tapi ah kagok, sudah masuk antrian. Sia-sia kalau mesti keluar lagi. Tapi ada temen saya ada yang nggak jadi naik. Dia kleuar dari antrian.

Dan ternyata benar, kicir-kicir seram juga. Tubuh saya diputar-putar, tak hanya ke kiri-kanan, juga ke atas-bawah. Tapi asyik juga.

Setelah itu kami naik tornado, wahana yang sering diiklankan di TV. Teman saya mengingatkan saya, katanya hati-hati kalau naik tornado, karena waktu libur lebaran banyak yang mengalami kecelakaan. Saya sempat was-was juga, karena kelihatannya wahana tornado sangat menyeramkan. Tapi waktu ngantri, perasaan itu hilang. Hanya penasaran. Bahkan peringatan teman saya lewat sms itu saya lupa.

Waktu naik tornado, perasaan cemas mulai datang lagi. Apalagi sabuk pengaman seperti yang agak longgar. Tapi saya pasrah. Dan benar, waktu berada di atas, waktu posisi badan terbalik, tubuh seperti mau jatuh, karena sabuk yang longgar itu. Apalag waktu tubuh diputar-putar di atas tanah jakarta. HUhh seram juga. Hanya saja tubuh hanya diputar ke atas-bawah saja, nggak ke kiri-kanan. Jadi nggak terlalu memusingkan.

Total selama di Dufan kami naik sekitar 10 wahana. Lumayan banyak juga. Cuma ada beberapa wahana yang tidak sempat kami naiki, karena ternyata jam 6 sore Dufan sudah tutup. Bahkan sepi banget. Padahal kalaulah dibuka sampai jam delapan malam, sepertinya mengasyikan.


Kami pulang sekitar jam setengah delapan dari Dufan. Seharusnya jam setengah sepuluhan kami sudah sampai ke Bandung. Tapi ternyata jalan-jalan di Jakarta macetnya parah banget. Akhirnya kami tiba di gerbang UPI jam 12 malam. Perjalanan pulang yang melelahkan, tapi asyik. Nggak sia-sia ternyata keluar uang banyak. Karena toh, kapan lagi kami bisa main bareng-bareng? priceless!! hehe..

Tidak ada komentar: